Selamat Datang Di Blog "_rist site_"

Selamat Datang Di Blog "_rist site_"

Senin, 28 Desember 2015

TULISAN 3 - PERILAKU KONSUMEN

TUNTUTAN BURUH ATAS KENAIKAN UPAH


Setiap orang tentu berkeinginan mendapatkan upah yang maksimal. Namun apakah upah tersebut realistis atau tidak ? Atau mungkin apakah upah tersebut pantas sebagai pendapatan kita atau tidak ?
Hal ini acap kali di acuhkan oleh orang-orang yang selalu menuntuk kenaikan Gaji (upah). 
Kali ini akan dikaji sedikit mengenai tuntutan buruh (pabrik) akan kenaikan upah. Realistis atau tidak dapat kita simpulkan setelah kita lihat beberapa penjelasan berikut ini.




Dalam artikelnya bulan Oktober 2015, Kompas.com mencatat bahwa adanya aksi brutal pada saat massa buruh turun ke jalan untuk menyuarakan keinginan mereka atas kenikan upah (pendapatan mereka). Bahkan karena kondisi ini lembaga Hukum serta kepolisian pun ikut ambil andil, menjaga kemanan serta aksi anarkis yang kerap terjadi. Pemblokiran jalan, pembakaran ban-ban bekas, demo dan lain sebagainya kadang terlihat menjadi hiasan di jalanan ketika para buruh bersama massanya turun ke jalanan untuk menuntuk upah seperti yang mereka inginkan.

Melihat kondisi ini, pemerintah tidak serta merta tutup mata, berbagai tindakan tentu sudah dilakukan.  Seperti yang dicatat dalam Kementrian Perindustrian dalam web sitenya untuk menyikapi tuntan di atas, pemerintah sudah mendengan tuntutan serikat pekerja tingkat nasional yang bersiap menuntut kenaikan upah lebih dari 50% tahun depan. Aspirasi buruh itu dirasa terlalu membebani perekonomian nasional dan akan coba ditanggulangi. Bahkan akan membawanya ke dalam rapat kabinet, merumuskan agar upah buruh untuk dipertimbangkan, jika harus naik, tidak sampai 40% seperti tahun-tahun sebelumnya.




Sebelum menarik kesimpulan, layak atau tidaknya upah yang akan/dan telah diterima oleh Pekerja/buruh, perlu diketahui hukum serta pertimbangan yang menjadi dasar perhitungan serta poin-poin dari upah itu sendiri, antara lain :

Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada bab 10 mengatur tentang pengupahan. Menurut pasa 88 ayat (1) UU ketenagakerjaan : Setiap pekertja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan layak bagi kemanusiaan. 

Kebijakan pemerintah pengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi :

  1. Upah minimum,
  2. Upah kerja lembur,
  3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan,
  4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya,
  5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya,
  6. Bentuk dan cara pembayaran upah,
  7. Denda dan potongan upah,
  8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah ,
  9. Struktur dan skala pengupahan proporsional,
  10. Upah untuk pembayaran pesangon, dan
  11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.


Pasal 89 UU ketenagakerjaan mengatur bahwa "upah minumum ditetapkan pemerintah berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minumim berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota."

Larangan
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang diatur dalam pasal 89 UU ketenagakerjaan. Dalam hal pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum yang telah ditentukan tersebut, dapat dilakukan penangguhan yang tata cara penangguhannya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengguhan Pelaksanaan Upah Minimum. 

Struktur Skala Upah
Pengusaha menyusun struktur dan sakala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi. Peninjauan upah secara berkala tersebut dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan mengenai strusktur dan skala upah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.

 Kewajiban Pembayaran Upah
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, pengusaha wajib membayar upah apabila :

  1. Pekerjaan/buruh sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan,
  2. Pekerjaan/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan,
  3. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
  4. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara,
  5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
  6. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan tang telah dijanjikan, tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengiusaha.
  7. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat
  8. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha
  9. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan


Perhitungan Upah Poko
Dalam hal komponan upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan teteap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Sanksi
Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. Kemudian, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalainannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertendu dari upah pekerja/buruh. Pengenaan denda kepada penghusaha dan/atau pekerja/buruh dalam pembayaran upah diatur oleh Pemerintah.

Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utan yang didahulukan pembayarannya.

Kedaluarsa
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluarnsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak. Ketentuan penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup yang layak dan perlindungan pengupahan, penetapan upah minimum dan pengenaan denda diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Nah, dari beberapa ulasan, dapat disimpulkan bahwa upah penghidupan yang layak atas buruh/pekerja secara berkala tersebut dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan Produktivitas perusahaan itu sendiri berdasarkan sektor wilayah kota/Kabupaten.

Maka, jawaban atas layak atau tidaknya Pekerja/Buruh menuntut upah yang lebih tinggi sangat layak jika memang perusahaan tersebut mampu secara finansial, juga mereferensi dari pertumbuhan ekonominya.

Juga sebaliknya, sangat tidak layak jika pekerja/buruh menuntut upah lebih besar jika ekonomi serta produktivitas perusahaan tersebut sangat menurun.





http://www.hukumtenagakerja.com/pengupahan-dalam-undang-undang-ketenagakerjaan/#sthash.kUieug1j.dpuf
http://www.hukumtenagakerja.com/pengupahan-dalam-undang-undang-ketenagakerjaan/
http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1503/1/buruh.tuntut.kenaikan.upah
http://nasional.kompas.com/read/2015/10/31/11315041/Demo.Buruh.Dua.Anggota.LBH.Dipukul.dan.Diseret.Polisi
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6816/Kenaikan-Upah-Sebaiknya-Dihitung-dari-Inflasi

TUGAS 8 - PERILAKU KONSUMEN

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PEMBELIAN DAN TINGKAT KONSUMSI

Hasil gambar untuk budaya belanja

Berbicara mengenai pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan tingkat konsumen, kita harus tahu lebih dahulu apa Kebudayaan tersebut kemudian bagaimana pengaruhnya. Berikut ini akan kita bahas sedikit Mengenai Kebudayaan itu serta pengaruhnya dalam Perilaku Konsumen.

1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan dalam versi bahasa Inggris disebut Culture. Kata teresbut sebenarnya berasal dari bahasa latin, yakni Colore yang berarti Pemeliharaan, pengolahan tanah menjad tanah pertanian. Sedangkan kata Budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata buddayah. 
Kata Buddayah berasal dari kata budhi atau akal.

Manusia sendiri memiliki unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Dari haril ketiga potensi inilah yang disebut sebagai kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan adalh hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidunya.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
2. Kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis, melainkan diperileh melalui proses belajar,
3. Kebudayaan itu di dapat, di dukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut para ahli, seperti Selo Soedmardjan dan Soelaiman Semardi,
Kebudayaan adalah hasil sarana, hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. 

Dari berbagai defenisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan tu bersifat abstrak.Sedangkan perwujudan kebudayaan adlah benda-benda uang diciptakan oleh masnusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda bersifat nyata. Misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.



So...
Apa pengaruh kebudayaan itu sendiri terhadap perilaku konsumen ?????

Faktor budaya merupakan sesuatu yang paling memiliki pengaruh paling luas pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya itu sendiri, sub budaya dan kelas sosial pembeli. Karena Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan serta perilaku seseorang.
Kebudayaan juga menjadi faktor penentu keinginan dan perilakun seseorang, terutama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian akan suatu barang/jasa.

Dalam perkembangannya, sejarah budaya konsumsi masyarakat lahir pertama kali di Inggris, yakni sekitar abad 18 SM saat terjadinya teknologi Produksi secara massal. Teknologi tang disebabkan oleh berkembangnya revolusi industri yang memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga relatif murah.

Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan yang cukup signifikan. Memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat dapat membantu pemasar dalam memprediksi besarnya penerimaan akan barang/jasa oleh konsumen. Sehingga pengaruh budaya tersebut sangat besar dalam mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar.

Pengaruh budaya bersifat alami dan otomatis, sehingga pengaruhnya terhadap perilaku konsumen sering diterima dengan begitu saja. Selain itu, kelas-kelas sosial masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat yang tesrsusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku hampir serupa. Kelas sosial juga bukan hanya ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi juga diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variabel lainnya.

Beberapa klasifikasi dan variasi pengaruh kebudayaan terhadap pembelian itu sendiri dapat dilihat dari ulasan berikut :

1. Individual/Kolektif
Budaya individualis terdapt pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand serta Swedia.
Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India dan Rusia lebih bersifat kolektifis di dalam orienasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budata dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengerangkan jika konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, bebeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan dan sumber yang lebih di sukai dari suatu informasi.
Contoh :
KOnsumen dari Negara yang lebih kolektifis seperti diuraian di atas cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik.
Dalam tema yang diangkat seperti "be your self" atau "stand out" mungkin lebih efektif di negara Amerika tapi secara umum tidak di Negara Jepang, Korea atau Cina.

2. Usia Muda/Tua
Dalam hal ini melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, pada orang tua memilih untuk menyerangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan pada orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka, Disamping itu, walaupun CIna memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memilki lebih dari satu anak, tetapi bagi busaya mereka anak merupakan "kaisar kecil" bagi mereka.
Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan para pemasar harus menyesuaikan, bukan hanya pada lintas budaya, melainkan juga pada budaya di dalamnya. 

3. Luas/batasan keluarga
Artinya adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaiknya anak-anak memberikan keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Contoh :
Di Meksiko sama halnya di Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Peran orang tua lebih memiliki kencenderungan dalam mmengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa di Thailand yang hidup sendiri di luar dar orang tua atau keluarga mereka.
Tetapi tergantung dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Berbeda hal dengan India, sesuatu akan dibeli harus diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti dsikusi keluarga diantara mereka.
So...Bagaimana dengan Indonesia ??? Termasuk dalam kategori mana guys ?

Pasar Konsumen dan tingkah laku konsumen dalam membeli

Pasar Konsumen
Semua Individu dan rumah tanga yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk konsumsi pribadi memiliki tingkah laku sebagai pembeli (konsumen).
Perilaku membeli konsumen akhir (individu dan rumah tangga) yang membeli barang serta jasa untuk konsumsi pribadi.
Model tingkah laku memberi antara lain :
1. Karakteristik yang mempengaruhi tingkah laku konsumen
2. Perangsang
4. Produk
5. Harga
6. Tempat
7. Promosi
8. Perangsang dan lain-lain

Faktor-faktor budaya merupakan faktor yang meberikan pengaruh paling luas dalam tingkah laku konsumen :
1. Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsim keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.
2. Sub Budaya yaitu sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai sama berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi.
3. Kelas Sosial divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratiur dengan pada anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku serupa.

STRATEGI PEMASARNA DENGAN MEMPERHATIKAN BUDAYA
Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.

TINJAUAN SUB-BUDAYA
Budaya uanmg ada di dalam suatu masyarakat bisa di bagi ke dalam beberapa bagian yang lebih kecil. Inilah yang disebut dengan subbudaya. Sub Budata bisa tumbuk dari adanya kelompok-kelompk di dalam suatu masyarakat, Pengelompokan masyarakat ini biasanya berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi tinggal, pekerjaan dan sebagainya.

SUB BUDAYA DAN DEMOGRAFI
Suatu budaya akan terdiri dari beberapa kelompok atau sub bagian lainnya yang dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antar kelompok kecil tersebut menjadi satu-kesautan. Perbedaan tersebut berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi dan demografi. Demografi akan menggambarkan karakteristik suatu penduduk. 
Di dalam Variabel demografi tersebut, kita bisa mendapatkan unsur-unsur Sub Budaya dan Demografi, yaitu

1. Usia
2. Pendidikan dan pekerjaan
3. Lokasi geografik.





Artikel :
http://rizkiekapuspita.blogspot.com/2014/11/bab-9-pengaruh-kebudayaan-terhadap.html
https://gloriacharlotte.wordpress.com/2015/01/08/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian-konsumen/
https://novieidr.wordpress,com/21501/25/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian-konsumen/
http://kalistaoctavia.blogspot.co.id/2015/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html

TUGAS 7 - PERILAKU KONSUMEN

MODIFIKASI PERILAKU KONSUMEN


Teknik Modifikasi Perilaku merujuk kepada teknik mengubah perilaku, seperti perilaku dan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus melalui penguatan perilaku adaptif dan/atau penghilang perilaku maladaptif melalui hukuman. Istilah ini pertama kali digunaan oleh Edward Thorndike pada tahun 1911 dalam artikelnya Provisional laws of acquired behavior or learning.
Gambar



Eksperimen psikologis klinis menggunakan istilah modifikasi perilaku untuk merujuk pada teknik psikoterapi khususnya untuk meningkatkan perilaku adaptif dan menghilangkan yang maladaptif. Dua istilah ini yang berhubungan adalah terapi perilaku dan analisis perilaku. Dalam hal ini, beberapa penulis menganggap bahwa modifikasi perilaku cakupannya lebih luas.

* PENGERTIAN
Modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai :
1. Upaya, proses atau tindakan untuk mengubah perilaku
2. Aplikasi prinsip-prinsip belajar yang teruji secara sistematis untuk mengubah perilaku tidak daptif 
3. Penggunaan secara empiris, teknik-teknik perubahan perilaku untuk memperbaiki penguatan positif, penguatan negatif dan hukuman, atau
4. Usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip psikologi hasil eksperimen pada manusia.

Modifikasi perilaku juga menekankan pengaruh belajar dan lingkungan, artinya bahwa prosedur dan teknik tritmen menekankan pada modifikasi lingkungan tempat dimana individu tersebut berada, sehingga membantunya dalam berfungsi secara lebih baik dalam masyarakat. Lingkungan tersebut dapat berupa orang, objek, peristiwa atau situasi yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kehidupan seseorang. Mengikuti pendekatan ilmiah, artinya bahwa penerapan modifikasi perilaku memakai prinsip-prinsip dalam psikologi belajar denghan penempatan orang, objek, situasi atau peristiwa stimulus serta dpat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sedangkan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku maksudnya bahwa dalam modifikasi  perilaku lebih mengutamakan aplikasi  dari metode atau teknik-teknik telah dikembangkan dan mundan untuk diterapkan.
Gambar

** Teknik Modifikasi Perilaku Konsumen 

1. Dorongan (Prompting)
Permintaan untuk melakukan suatu tiundakan kepada seseorang. Barangkali setiap orang yang pernah memesan makanan di resiran fast-food pernah menjumpai dorongan.Contoh : "Anda mau Ice Cream dan Cheese kami yang baru","Anda mau pesan ketang goreng ?"

2. Teknik banyak permintaan (Many Asking)
Mengajukan beberapa permintaan kepada konsumen dengan mengawali dari permintaan yang kecil, lalu ke permintaan yang lebih besar, atau sebaliknya di awali dengan permintaan besar kemudian diikuti oleh permintaan yang lebih kecil.
Contoh :
Menawarkan produk yang lebih mahal telebih dahulu, kemudian menawarkan produk yang lebih murah.

3. Prinsip Resiprositas (Resiprosity)
Teknik meningkatkan kepatuhan konsumen aras permintaan pemasar dengan lebih dahulu menawarkan orang bersangkutan sejumlahhadiah atau sample produk.Contoh :Memberikan sample produk gratis, mencicipi produk, test drive dan sebagainya.

4. Peran Komitmen (Committment)
Komitmen yang dipegang secara konsisten akan meningkatkan jumlah pembelian. Komitmen yang tertulis akan dapt meningkatkan konsistensi dalam bertransaksi. Perusahaan penjualan dood to door telah menemukan kajaiban komitmen tertulis. Mereka dapat mengurangi tingkat pembatalan hanya dengan meminta pelanggan mengisi formulis perjanjian penjualan (sebagai tanda jadi).

5. Pelabelan (Labeling)
Melibatkan pelekatan semacam gambaran pada seseorang, seperti "anda baik hati". Label juga diduga menyebabkan orang memandang diri mereka dengan cara yang disiratkan oleh labelnya. Pelabelan dapat digunakan oleh pemasar untuk menarik hati calon konsumen, sehingga pembelian terjadi. Pemasar pakain (garmen) dapat mengatakan, "Adan orang tua yang penuh perhatian" disaat menawarkan pakain untuk anak orang tersebut.

6. Intensif (Intensif)
Intrensif mancakup jajaran luas alat-alat promosi, sepeti diskon harga, undian, rabat, kontes dan kupon. Intensif biasanya mewakili komponen penting dari keseluruhan strategi promosi produk.Contoh : Mainan anak pada produk makan anak, cairan pewangi pada produk detergen, dll





Source :
http ://smrdiyanti.blogspot.co.id/2015/01/perilaku-konsumen_17.html
http://nonaninda.blogspot.co.id/2012/11/mempengaruhi-sikap-dan-perilaku_13.html
http://annasone.blogspot.co.id/2011/12/tugas-sofskill-ke-3-perilaku-konsumen.html

Senin, 16 November 2015

TULISAN 2 - PERILAKU KONSUMEN

FINAL PIALA PRESIDEN (Siaga 1) VS KABUT ASAP





Pengalihan issue kerap kali menjadi pengalih perhatian akan suatu masalah yang sedang terjadi. Tidak pandang buluh atas kasus apa yang sedang hangat untuk diperbincangkan, bahkan solusi yang sudah menjadi "URGENT"  pun kan kadang terlewatkan.
Fenomena ini sangat kontras terjadi ketika kita membahas akan kondisi Kabut Asap yang terjadi belakangan ini di beberapa wilayah di Indonesia. RIAU dan Jambi sejak Agustus silam, Kalimantan khusunya kota Berau dan Palangkaraya dan sekitarnya yang sudah sangat parah diselimuti oleh Kabut Asap. Apabila dilihat dari konsdisi yang terjadi di lapangan, solusi akan kondisi ini sudah sangat dibutuhkan oleh sahabat atau teman-teman yang tinggal di daerah kabut asap ini.


Faktanya, kondisi tersebut sepintas dapat terlaih jika kita bandingkan dengan adanya Pertandingan final Piala Presiden yang mempertemukan Persib Bandung dan Sriwijaya FC akan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karo, Jakarta. Gara-gara pertandingan ini, Polda Metro Jaya memberlakukan status Siaga 1 dengan mengerahkan puluhan ribu aparat keamanan. Sebuag meme sindirian pun turut muncul di media sosial yang membandingkan status Jakarta dengan status Kabut Asap yang telah membuat rakyat Sumatera dan Kalimantan sengsara.

Perseteruan antara The Jak dengan Bobotoh memang terus terjadi dan seringkali memakan korban. Paling sering adalah razia yang dilakukan oleh ke dua kubu terhadap kendaraan bepelat nomor B saat di Bandung maupun kendaraan berpelat nomor D yang melintas di Jakarta. Hal itu terbukti pada Sabtu, 17 Oktober 2015 dini hari dan tadi malam. Diduga puluhan orang Jakmania menghadang bus yang melintas tol dalam kota dengan Cawang dan melemparinya dnegan batu. Akibatnya seorang terluka dan beberapa bus mengalami kerusakan seperti penyok dan kaca pecah.

Dengan keadaan yang  ada memang wajar jika pengamanan ekstra ketat harus dilakukan untuk pertandingan ini. Namun tidak salah juga jika sindiran-sindiran muncul dengan membandingkan terhadap penanganan kabut asap yang sudah berlangsung berbulan-bulan. Pemerintah terkesan lambat untuk menyelesaikan dan atau bahkan juga terbilang lambat untuk memadamkan kebakaran hutan, meski Prosiden Joko Widodo bolak-balik meninjau lokasi kebakaran hutan di sana.

Ribuan aparat juga telah dikerahkan, namun hasilnya juga tidak maksimal. Sampai akhirnya pemerintah menerima tawaran Negara tetangga untuk membantu memadamkan kebakaran hutan ini. Sikap inilah yang sangat di sayangkan. Karena pemerintah seolah-olah gengsi menerima bantuan dari pihak lain, padahal korban setiap harinya terus bertambah, baik yang sakit hingga meninggal dunia akibat menderita penyakit akut dampak dari Kabut Asap ini.




PENDAPAT :
Sangat menyedihkan dan mengecewakan sekali terhadap negara yang lebih mementigngkan final Piala Presiden di Jakarta ketimbang kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan. Pada ajang Final Piala Presiden di Jakarta berlangsung sangat dilakukan penjagaan yang super duper ketat. Sementara Kabut Asap yang telah memakan ratusan korban (baik Penyakit maupun korban jiwa) dibiarkan begitu saja dan bahkan hampir tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Juga bahkan dapat dikatakan semakin parah saja kondisinya. Ratusan dan bahkan ribuan saudara-saudara kita akan berjatuhan jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan.

Memang beberapa ari terakhir ini, semua mata tertuju pada final Piala Presiden yang di helat di Jakarta. Selain karena perselisihan antara supporter, kabar hadirnya Presiden RI, Bapak Jokowi juga menjadi magnet di Pertandingan kali ini. Seakan-akan tidak adanya tindakan nyata untuk menyikapi kondisi kabut asap yang masih terus terjadi. Seperti kita ketahui, di Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan juga Kalimantan.
Parahnya, Presiden kita Bapak Jokowi lebih mengutamakan penyelenggaraan Final Presiden yang mengabiskan banyak uang untuk biaya keamanan dan lain-lainnya, kabarnya biaya tersebut melebihi 4,8 M. sementara untuk penangan kabut asap sabagai akibat dari kebakaran lahan serta kabut asap masih tawar-menawar. Sampai Kapan Guys ?????

Selain itu, banyak juga masyarakan yang telah kecewa dengan melemahnya kondisi perekonimoan kita. Salah satunya ditunjukkan dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata ulang lain, juga melambungnya harga bahan pokok kita. 

Kebakaran lahan serta kabut asap telah mengganggu kehidupan masyarakat. kerugian akibat kebakaran lahan serta kabut asap diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Sebagai gambaran, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menaksir kerugian akbiat kerusakan lingkungan pada kebakaran hutan dan lahan di tahun 2014 di salahg satu lahan perusahaan tanaman industri lesua 20.000 ha di area Ogan Komering Ilir (OKI) Sumateran Selatan mencapai angka Rp. 7,9 Triliun. Jambi misalnya, tahun ini mengalami kerigian lebih dari Rp. 720 Miliar. Kerugian tersbeut mulai dari sisi kerusakan lingkungan, terhambatnya kegiatan ekonomi, Transportasi (Darat dan Udara), hingga terganggunya kesehatan masyarakat.

Akibat kebakaran, ribuan hektar hutan dan lahan rusak. Satwa yang menghuni kawasan yang terbakar juga terancam mati. Di bidang ekonomi, kabut asap terutama mengganggu jadwal penerbangan. Pengusaha ternak sapi dan kerbau di Palembang, Sumsel, Ade Gita Pramadianta, mengatakan, satu pertemuan terkait usahanya tertunda beberapa hari akibat pesawat yang membawa koleganya batal terbang karena kabut asap.

Penanganan terbaik yang harus tetap dijalankan yaitu:


Reformasi Harus Terus Berlanjut

Penanganan serius terhadap masalah ini harus terus dilakukan. Perubahan serius diperlukan untuk memerangi siklus berkelanjutan dari degradasi lahan, kebakaran, dan asap yang mengganggu sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua (yang dapat terjadi dalam waktu dekat).

Pemerintah juga lebih terbuka tentang alokasi lahan hutan yang digunakan, menyediakan data bagi platform seperti Global Forest Watch serta meningkatkan akuntabilitas. Namun, untuk mengatasi kabut asap pada skala waktu yang relevan dan membatasi emisi gas rumah kaca, Indonesia harus berpacu dan berkejaran dengan waktu.


Berikut pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam waktu dekat:

Perlindungan yang lebih kuat untuk daerah-daerah sensitif. Meskipun Indonesia memiliki kebijakan moratorium logging dan perkebunan sejak 2011, namun berbagai aktivitas terus terjadi di area gambut yang semakin memperburuk dampak kebakaran dan kabut asap. Mengingat situasi yang parah ini, pemerintah harus menegakkan moratorium konversi di semua lahan gambut hingga KLHK melengkapi ulang evaluasi konsesi di daerah gambut dalam. Audit harus dilakukan untuk memastikan semua hukum yang mengatur lahan gambut dan hutan dilakukan.

Restorasi ekosistem. Sebagai buntut dari peristiwa kebakaran lahan di masa lalu, pemilik konsesi memanfaatkan kerusakan yang terjadi untuk membuka perkebunan sawit baru. Pemerintah dapat mengakhiri praktik ini dengan menyatakan larangan penanaman di daerah yang terbakar. Insentif keuangan, mungkin dapat ditanggung oleh masyarakat internasional melalui mekanisme tertentu yang kemungkinan akan diadopsi pada KTT iklim Paris pada bulan Desember.

Pemerintah dapat menawarkan pemulihan fungsi hidrologis dan ekologis wilayah ini. Untuk memastikan bahwa upaya ini membuahkan hasil, pembiayaan dapat dikaitkan dengan hasil aktual, termasuk kompensasi yang sedang berlangsung untuk pemeliharaan ekosistem.

Pemerintah juga perlu memberi dukungan bagi perusahaan, dan tidak akan dikenakan sanksi administratif, jika mereka melakukan pengaturan yang jelas tentang stok karbon tinggi (high carbon stock) dan pelestarian wilayah bernilai konservasi tinggi (high conservation value forest). Sebuah perusahaan yang berkomitmen untuk melindungi aset alam Indonesia – yang merupakan salah satu keunggulan kompetitif sejati negara – harus dihargai oleh pemerintah, alih-alih menghadapi pencabutan izin.

Penegakan hukum. Indonesia memiliki banyak undang-undang yang di atas kertas melindungi lahan gambut yang saat ini terbakar. Tetapi dalam implementasinya, undang-undang ini sering bertabrakan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya terkesan tebang pilih.

Pemerintah Indonesia harus menangani hal ini secara serius dan konsisten, menindak para pelanggar, tak pandang bulu apakah mereka eksekutif, spekulan ataupun perambah. Lewat PP Gambut, membakar lahan tidak dapat diabaikan lagi dalam hukum nasional. Para pejabat yang secara konsisten gagal untuk mengatasi kebakaran di tingkat kabupaten harus dimintai pertanggungjawaban.

Pemantauan. Paduan antara data satelit (platform seperti Global Forest Watch) dan laporan lapangan LSM, akan membuat Pemerintah Indonesia memiliki berbagai informasi tentang lokasi kebakaran dan upaya fasilitasi bagi pemadaman kebakaran lahan dan hutan. Namun, Pemerintah Indonesia pun perlu menyiapkan peta up-to-datekonsesi yang dapat digunakan oleh para penegak hukum dan meningkatkan akuntabilitas sektor swasta.

Pentingnya informasi up-to-date akan memudahkan peran pemantauan intelijen untuk mengetahui potensi kebakaran, sebelum benar-benar terjadi. Pemodelan, jaringan pemantauan lokal dan upaya penjangkauan dan kampanye penjangkauan publik bisa membantu upaya pencegahan kebakaran, pilihan ini efektif berbiaya jauh lebih murah dari upaya pemadam kebakaran yang telah terlanjur terjadi.



Konflik tanah. Klaim tanah adalah masalah umum dijumpai di Indonesia, karena miskinnya pencatatan, kurangnya komunikasi antara berbagai tingkat pemerintahan dan lembaga, korupsi, dan berbagai praktik penipuan yang terjadi di masa lalu. Permasalahan status lahan amatlah kompleks, namun amat penting sebagai landasan membangun tata pemerintahan yang baik, termasuk untuk pengumpulan pajak, izin audit, dan perencanaan tata ruang. Jokowi perlu berkomitmen dalam alokasi waktu dan sumber daya untuk membuat kebijakan “One Map” dapat menjadi kenyataan.


Eksperimen. Pemerintah pusat perlu mendukung upaya eksperimen yang dilakukan oleh pemda baik di tingkat kabupaten maupun provinsi untuk mengatasi kebakaran lahan. Contohnya, di Kalimantan Tengah yang saat ini amat terpukul oleh kebakaran lahan. Provinsi ini coba untuk membawa semua produsen minyak sawit memberlakukan standar produksi yang berkelanjutan.


Dalam pendekatan itu, pembeli bisa yakin bahwa semua minyak sawit yang diproduksi dalam suatu wilayah yurisdiksi tertentu akan memenuhi kriteria produksi. Produsen akan terus berupaya mematuhi komitmen. Satu saja produser gagal menegakkan standar akan beresiko untuk semua, karena semua pihak di dalam satu wilayah yurisdiksi dapat kehilangan sertifikasi mereka.

Akuntansi yang komprehensif. Keputusan penggunaan lahan di Indonesia secara tradisional berfokus pada perhitungan output bruto daripada perhitungan biaya untuk mencapai output yang dihasilkan. Akibatnya perhitungan komoditas tradisional seperti sawit, kayu, pulp lebih ke nilai ekonomi manfaat langsung. Sedangkan, biaya eksternalitas seperti air dan udara polusi, penurunan dan banjir, hilangnya keamanan pangan, peningkatan suhu lingkungan, dan resiko kebakaran tinggi telah diabaikan. Krisis kabut asap saat ini menunjukkan biaya eksternal dari bisnis yang sangat tinggi.

Pemerintah Indonesia dapat membantu dengan mulai menyetel kembali insentif untuk mendorong pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan, termasuk mendorong usaha kolaborasi antara masyarakat dan perusahaan yang menargetkan pengelolaan lahan kawasan non hutan di luar area gambut.

Kementerian harus menawarkan keringanan pajak untuk manajemen yang lebih baik, yang menyelaraskan tujuan intensifikasi produksi yang lebih tinggi, alih-alih sebatas hanya perluasan perkebunan. Di mana ada upaya masyarakat untuk melindungi hutan, pemerintah pun harus mengakui hak-hak mereka, bukannya malah mempermasalahkan aspek legalitasnya..

Kebijakan fiskal harus dibuat menguntungkan bagi pemerintah daerah yang melakukan program pembangunan berkelanjutan rendah karbon, sehingga lambat laun akan menghilangkan insentif untuk konversi hutan alam dan lahan gambut.


Langkah-langkah ini dapat bergerak untuk menuju Indonesia dalam mengatasi krisis lingkungan saat ini. Jokowi dapat memainkan peran tersebut. Jika publik di Indonesia, masyarakat internasional dan investor percaya bahwa Jokowi akan melaksanakan hal ini untuk membela kepentingan publik jangka panjang, mereka pasti akan bereaksi positif. Inilah saat tepat momentun bagi Jokowi.




Sumber :




TUGAS 6 - PERILAKU KONSUMEN

SIKAP PERILAKU DAN MOTIVASI YANG MENENTUKAN KONSUMEN DALAM MEMUTUSKAN SUATU PEMBELIAN




A. Pengertian Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangkan kualitas, harga dan produk sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat.

Sebelum konsumen memutuskan untuk membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu:
1.             Pengenalan masalah
2.             Pencarian informasi
3.             Evaluasi alternatif
4.             Keputusan membeli atau tidak
5.             Perilaku pascapembelian.



Pengertian lain tentang Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2000: 437) adalah “the selection of an option from two or alternative choice”. Dapat diartikan, keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.


Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk. Oleh karena itu, pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.


B. Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian 
         
Menurut Swastha dan Handoko (2011) berpendapat bahwa lima peran individu dalam sebuah keputusan membeli, yaitu:

·     Pengambilan inisiatif (initiator) yaitu individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.  
·     Orang yang mempengaruhi (influencer) yaitu individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.  
·     Pembuat keputusan (decider) yaitu individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.  
·      Pembeli (buyer) yaitu individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya. 
·      Pemakai (user) yaitu individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.

Sebuah perusahaan perlu mengenai peranan tersebut karena semua peranan mengandung implikasi guna merancang produk, menentukan pesan dan mengalokasikan biaya anggaran promosi serta membuat program pemasaran yang sesuai dengan pembeli.


C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

Menurut phillip Kotler (2003:202) perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor budaya
Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Contonhya pada anak-anak yang dibesarkan di Amerika Serikat sangat terpengaruh dengan nilai-nilai sebagai berikut: prestasi, aktivitas, efisiensi, kemajuan, kenikmatan materi, individualisme, kebebasan, humanisme, dan berjiwa muda.

Masing-masing subbudaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.

Pada dasaranya dalam sebuah tatanan kehidupan dalam bermasyarakat terdapat sebuah tingkatan (strata) sosial. Tingkatan sosial tersebut dapat berbentuk sebuah sistem kasta yang mencerminkan sebuah kelas sosial yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan para anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, perilaku dalam berbusana, cara bicara, rekreasi dan lain-lainya.


2. Faktor Sosial

Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya sebagai berikut:

a. Kelompok acuan

Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap seseorang. Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok  primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal. Tidak hanya kelompok primer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri dari kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi perdagangan juga dapat disebut sebagai kelompok keanggotaan.

b. Keluarga

Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah keluarg orientas. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agam, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.

c. Peran dan status

Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya. Contoh seorang direktur di sebuah perusahaan tentunya memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang supervisor, begitu pula dalam perilaku pembeliannya. Tentunya, seorang direktur perusahaan akan melakukan pembelian terhadap merek-merek yang berharga lebih mahal dibandingkan dengan merek lainnya.


3. Pribadi
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.

a. Usia dan siklus hidup keluarga

Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya yang dimana setiap kegiatan konsumsi ini dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga

b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi

Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Cotohnya, direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat udara, keanggotaan di klub khusus, dan membeli mobil mewah. Selain itu, biasanya pemilihan produk juga dilakukan berdasarkan oleh keadaan ekonomi seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap terhadap belanja atau menabung.

c. Gaya hidup

Gaya hidup dapat di artikan sebagai sebuah pola hidup seseorang yang  terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk melalui sebuah kelas sosial, dan pekerjaan. Tetapi, kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarahkan merek mereka kepada gaya hidup seseorang. Contohnya, perusahaan telepon seluler berbagai merek berlomba-lomba menjadikan produknya sesuai dengan berbagai gaya hidup remaja yang modern dan dinamis seperti munculnya telepon selular dengan fitur multimedia yang ditujukan untuk kalangan muda yang kegiatan tidak dapat lepas dari berbagai hal multimedia seperti aplikasi pemutar suara, video, kamera dan sebagainya. Atau kalangan bisnis yang menginginkan telepon selular yang dapat menujang berbagai kegiatan bisnis mereka.



d. Kepribadian

Setiap orang memiliki berbagai macam karateristik kepribadian yang bebeda-beda yang dapat mempengaruhi aktivitas kegiatan pembeliannya. Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda yang menghasilkan sebuah tanggapan relatif konsiten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemapuan beradaptsi (Harold H kasarjian 1981:160). Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam  menganalisis pilihan merek konsumen. Hal ini disebakan karena beberapa kalangan konsumen akan memilih merek yang cocok dengan kepribadiannya.



4. Psikologis

Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya sebagai berikut:

a. Motivasi

Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu. Beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis; yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi tertentu.

Banyak riset yang telah dilakukan peneliti dalam menghubungkan motivasi seseorang dalam kegiatan pembelian produk tertentu seperti yang dipelopori oleh Ernest Dichter (Kotler 2003:215), yang dimana risetnya telah menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

- Konsumen menolak buah prem karena buah prem terlihat keriput dan mengingatkan mereka pada orang berusia lanjut.
- Pria menghisap cerutu sebagai versi dewasa dari kebiasaan menghisap ibu jari di masa anak-anak.
- Wanita lebih menyukai lemak nabati daripada hewani karena dapat menimbulkan rasa bersalah karena telah membunuh binatang.
- Wanita yang tidak yakin dengan adonan kue jika adonan tersebut tidak memerlukan tambahan telur, karena adonan tersebut membantu mereka merasa bahwa sedang “melahirkan”.

Selain riset dari Ernest diatas, Jeans Callibout menidentifikasikan motivasi-motivasi yang berbeda-beda yang dapat dipuaskan oleh suatu produk. Contohnya, wiski dapat memenuhi kegiatan relaksasi sosial, status, atau kesenangan sehingga merek wiski perlu diposisikan pada salah satu daya tarik tersebut.

Frederick Herzerberg mengembangkan teori dua-faktor yang membedakan dissastifier (faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfier (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan) yang dapat memotivasi kegiatan pembelian konsumen. Ia mencontohkan dalam kegiatan pembelian komputer yang dimana tidak adanya garansi dapat menjadi faktor dissaatisfier tetapi adanya garansi juga tidak menjadi pemuas atau motivator pembelian, karena garansi bukan merupakan sumber kepuasan instrinsik komputer. Melainkan kemudahan  penggunaanlah yang dapat menjadi satisfier yang dapat memotivasi kegiatan pembelian.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang  yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran (Bernard Barelson, dalam Kotler 2003:217). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbeda-beda karena adanya tiga proses persepsi yaitu:

Perhatian selektif

Perhatian selektif dapat diartikan sebagai proses penyaringan atas berbagai informasi yang didapat oleh konsumen. Dalam hal ini para pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian konsumen dan memberikan sebuah rangsangan nama yang akan diperhatikan orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhnnya saat ini, memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih memerhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadapa ukuran rangsangan normal seperti, orang cenderung akan memperhatikan iklan yang menawarkan potongan dan bonus sebesar rp.100.000 ketimbang iklan komputer yang hanya memberikan bonus atau potongan yang bernilai rp.50.000

Distorsi Selektif

Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan mendukung pra konsepsi konsumen.

Ingatan Selektif

Orang akan banya melupakan banyak hal yang merek pelajari namun cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung akan mengingat hal-hal baik yang yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disbutkan tentang produk yang bersaing.

c. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Banyak ahli pemasaran yang yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan kepada para pemasar bahwa mereka dapat membangung permintaan atas suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan generalisasi terhadap suatu merek. Cotohnya, konsumen yang pernah membeli komputer merek IBM yang mendapatkan pengalaman menyenangkan dan persepsi yang positif akan mengasumsikan bahwa merek IBM merupakan merek komputer yang terbaik, ketika konsumen akan membeli printer merek IBM mungkin konsumen juga berasumsi hal yang sama bahwa IBM menghasilkan printer yang baik.

d. Keyakinan dan Sikap

Melalui betindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian konsumen . Keyakinan dapat diartikan sebgai gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Contohnya studi tentang keyakinan merek yang menemukan bahwa konsumen sama-sama menyukai Diet Coke dan Diet Pepsi ketika mencicipi keduanya dalam tanpa merek. Tetapi, ketika mencicipi Diet yang diberi tahu mereknya, konsumen memilih diet Coke 65% dan Diet Pepsi 23%. Dalam contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa keyakinan akan merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.


Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan tertentu.(David Kreh, dalam Kotler 2003:219).












Sumber :
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/10/pengertian-keputusan-pembelian-konsumen.html

https://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/10/31/fktr-pngarh-kep-pmblian/