Selamat Datang Di Blog "_rist site_"

Selamat Datang Di Blog "_rist site_"

Senin, 16 November 2015

TULISAN 2 - PERILAKU KONSUMEN

FINAL PIALA PRESIDEN (Siaga 1) VS KABUT ASAP





Pengalihan issue kerap kali menjadi pengalih perhatian akan suatu masalah yang sedang terjadi. Tidak pandang buluh atas kasus apa yang sedang hangat untuk diperbincangkan, bahkan solusi yang sudah menjadi "URGENT"  pun kan kadang terlewatkan.
Fenomena ini sangat kontras terjadi ketika kita membahas akan kondisi Kabut Asap yang terjadi belakangan ini di beberapa wilayah di Indonesia. RIAU dan Jambi sejak Agustus silam, Kalimantan khusunya kota Berau dan Palangkaraya dan sekitarnya yang sudah sangat parah diselimuti oleh Kabut Asap. Apabila dilihat dari konsdisi yang terjadi di lapangan, solusi akan kondisi ini sudah sangat dibutuhkan oleh sahabat atau teman-teman yang tinggal di daerah kabut asap ini.


Faktanya, kondisi tersebut sepintas dapat terlaih jika kita bandingkan dengan adanya Pertandingan final Piala Presiden yang mempertemukan Persib Bandung dan Sriwijaya FC akan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karo, Jakarta. Gara-gara pertandingan ini, Polda Metro Jaya memberlakukan status Siaga 1 dengan mengerahkan puluhan ribu aparat keamanan. Sebuag meme sindirian pun turut muncul di media sosial yang membandingkan status Jakarta dengan status Kabut Asap yang telah membuat rakyat Sumatera dan Kalimantan sengsara.

Perseteruan antara The Jak dengan Bobotoh memang terus terjadi dan seringkali memakan korban. Paling sering adalah razia yang dilakukan oleh ke dua kubu terhadap kendaraan bepelat nomor B saat di Bandung maupun kendaraan berpelat nomor D yang melintas di Jakarta. Hal itu terbukti pada Sabtu, 17 Oktober 2015 dini hari dan tadi malam. Diduga puluhan orang Jakmania menghadang bus yang melintas tol dalam kota dengan Cawang dan melemparinya dnegan batu. Akibatnya seorang terluka dan beberapa bus mengalami kerusakan seperti penyok dan kaca pecah.

Dengan keadaan yang  ada memang wajar jika pengamanan ekstra ketat harus dilakukan untuk pertandingan ini. Namun tidak salah juga jika sindiran-sindiran muncul dengan membandingkan terhadap penanganan kabut asap yang sudah berlangsung berbulan-bulan. Pemerintah terkesan lambat untuk menyelesaikan dan atau bahkan juga terbilang lambat untuk memadamkan kebakaran hutan, meski Prosiden Joko Widodo bolak-balik meninjau lokasi kebakaran hutan di sana.

Ribuan aparat juga telah dikerahkan, namun hasilnya juga tidak maksimal. Sampai akhirnya pemerintah menerima tawaran Negara tetangga untuk membantu memadamkan kebakaran hutan ini. Sikap inilah yang sangat di sayangkan. Karena pemerintah seolah-olah gengsi menerima bantuan dari pihak lain, padahal korban setiap harinya terus bertambah, baik yang sakit hingga meninggal dunia akibat menderita penyakit akut dampak dari Kabut Asap ini.




PENDAPAT :
Sangat menyedihkan dan mengecewakan sekali terhadap negara yang lebih mementigngkan final Piala Presiden di Jakarta ketimbang kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan. Pada ajang Final Piala Presiden di Jakarta berlangsung sangat dilakukan penjagaan yang super duper ketat. Sementara Kabut Asap yang telah memakan ratusan korban (baik Penyakit maupun korban jiwa) dibiarkan begitu saja dan bahkan hampir tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Juga bahkan dapat dikatakan semakin parah saja kondisinya. Ratusan dan bahkan ribuan saudara-saudara kita akan berjatuhan jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan.

Memang beberapa ari terakhir ini, semua mata tertuju pada final Piala Presiden yang di helat di Jakarta. Selain karena perselisihan antara supporter, kabar hadirnya Presiden RI, Bapak Jokowi juga menjadi magnet di Pertandingan kali ini. Seakan-akan tidak adanya tindakan nyata untuk menyikapi kondisi kabut asap yang masih terus terjadi. Seperti kita ketahui, di Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan juga Kalimantan.
Parahnya, Presiden kita Bapak Jokowi lebih mengutamakan penyelenggaraan Final Presiden yang mengabiskan banyak uang untuk biaya keamanan dan lain-lainnya, kabarnya biaya tersebut melebihi 4,8 M. sementara untuk penangan kabut asap sabagai akibat dari kebakaran lahan serta kabut asap masih tawar-menawar. Sampai Kapan Guys ?????

Selain itu, banyak juga masyarakan yang telah kecewa dengan melemahnya kondisi perekonimoan kita. Salah satunya ditunjukkan dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata ulang lain, juga melambungnya harga bahan pokok kita. 

Kebakaran lahan serta kabut asap telah mengganggu kehidupan masyarakat. kerugian akibat kebakaran lahan serta kabut asap diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Sebagai gambaran, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menaksir kerugian akbiat kerusakan lingkungan pada kebakaran hutan dan lahan di tahun 2014 di salahg satu lahan perusahaan tanaman industri lesua 20.000 ha di area Ogan Komering Ilir (OKI) Sumateran Selatan mencapai angka Rp. 7,9 Triliun. Jambi misalnya, tahun ini mengalami kerigian lebih dari Rp. 720 Miliar. Kerugian tersbeut mulai dari sisi kerusakan lingkungan, terhambatnya kegiatan ekonomi, Transportasi (Darat dan Udara), hingga terganggunya kesehatan masyarakat.

Akibat kebakaran, ribuan hektar hutan dan lahan rusak. Satwa yang menghuni kawasan yang terbakar juga terancam mati. Di bidang ekonomi, kabut asap terutama mengganggu jadwal penerbangan. Pengusaha ternak sapi dan kerbau di Palembang, Sumsel, Ade Gita Pramadianta, mengatakan, satu pertemuan terkait usahanya tertunda beberapa hari akibat pesawat yang membawa koleganya batal terbang karena kabut asap.

Penanganan terbaik yang harus tetap dijalankan yaitu:


Reformasi Harus Terus Berlanjut

Penanganan serius terhadap masalah ini harus terus dilakukan. Perubahan serius diperlukan untuk memerangi siklus berkelanjutan dari degradasi lahan, kebakaran, dan asap yang mengganggu sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua (yang dapat terjadi dalam waktu dekat).

Pemerintah juga lebih terbuka tentang alokasi lahan hutan yang digunakan, menyediakan data bagi platform seperti Global Forest Watch serta meningkatkan akuntabilitas. Namun, untuk mengatasi kabut asap pada skala waktu yang relevan dan membatasi emisi gas rumah kaca, Indonesia harus berpacu dan berkejaran dengan waktu.


Berikut pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam waktu dekat:

Perlindungan yang lebih kuat untuk daerah-daerah sensitif. Meskipun Indonesia memiliki kebijakan moratorium logging dan perkebunan sejak 2011, namun berbagai aktivitas terus terjadi di area gambut yang semakin memperburuk dampak kebakaran dan kabut asap. Mengingat situasi yang parah ini, pemerintah harus menegakkan moratorium konversi di semua lahan gambut hingga KLHK melengkapi ulang evaluasi konsesi di daerah gambut dalam. Audit harus dilakukan untuk memastikan semua hukum yang mengatur lahan gambut dan hutan dilakukan.

Restorasi ekosistem. Sebagai buntut dari peristiwa kebakaran lahan di masa lalu, pemilik konsesi memanfaatkan kerusakan yang terjadi untuk membuka perkebunan sawit baru. Pemerintah dapat mengakhiri praktik ini dengan menyatakan larangan penanaman di daerah yang terbakar. Insentif keuangan, mungkin dapat ditanggung oleh masyarakat internasional melalui mekanisme tertentu yang kemungkinan akan diadopsi pada KTT iklim Paris pada bulan Desember.

Pemerintah dapat menawarkan pemulihan fungsi hidrologis dan ekologis wilayah ini. Untuk memastikan bahwa upaya ini membuahkan hasil, pembiayaan dapat dikaitkan dengan hasil aktual, termasuk kompensasi yang sedang berlangsung untuk pemeliharaan ekosistem.

Pemerintah juga perlu memberi dukungan bagi perusahaan, dan tidak akan dikenakan sanksi administratif, jika mereka melakukan pengaturan yang jelas tentang stok karbon tinggi (high carbon stock) dan pelestarian wilayah bernilai konservasi tinggi (high conservation value forest). Sebuah perusahaan yang berkomitmen untuk melindungi aset alam Indonesia – yang merupakan salah satu keunggulan kompetitif sejati negara – harus dihargai oleh pemerintah, alih-alih menghadapi pencabutan izin.

Penegakan hukum. Indonesia memiliki banyak undang-undang yang di atas kertas melindungi lahan gambut yang saat ini terbakar. Tetapi dalam implementasinya, undang-undang ini sering bertabrakan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya terkesan tebang pilih.

Pemerintah Indonesia harus menangani hal ini secara serius dan konsisten, menindak para pelanggar, tak pandang bulu apakah mereka eksekutif, spekulan ataupun perambah. Lewat PP Gambut, membakar lahan tidak dapat diabaikan lagi dalam hukum nasional. Para pejabat yang secara konsisten gagal untuk mengatasi kebakaran di tingkat kabupaten harus dimintai pertanggungjawaban.

Pemantauan. Paduan antara data satelit (platform seperti Global Forest Watch) dan laporan lapangan LSM, akan membuat Pemerintah Indonesia memiliki berbagai informasi tentang lokasi kebakaran dan upaya fasilitasi bagi pemadaman kebakaran lahan dan hutan. Namun, Pemerintah Indonesia pun perlu menyiapkan peta up-to-datekonsesi yang dapat digunakan oleh para penegak hukum dan meningkatkan akuntabilitas sektor swasta.

Pentingnya informasi up-to-date akan memudahkan peran pemantauan intelijen untuk mengetahui potensi kebakaran, sebelum benar-benar terjadi. Pemodelan, jaringan pemantauan lokal dan upaya penjangkauan dan kampanye penjangkauan publik bisa membantu upaya pencegahan kebakaran, pilihan ini efektif berbiaya jauh lebih murah dari upaya pemadam kebakaran yang telah terlanjur terjadi.



Konflik tanah. Klaim tanah adalah masalah umum dijumpai di Indonesia, karena miskinnya pencatatan, kurangnya komunikasi antara berbagai tingkat pemerintahan dan lembaga, korupsi, dan berbagai praktik penipuan yang terjadi di masa lalu. Permasalahan status lahan amatlah kompleks, namun amat penting sebagai landasan membangun tata pemerintahan yang baik, termasuk untuk pengumpulan pajak, izin audit, dan perencanaan tata ruang. Jokowi perlu berkomitmen dalam alokasi waktu dan sumber daya untuk membuat kebijakan “One Map” dapat menjadi kenyataan.


Eksperimen. Pemerintah pusat perlu mendukung upaya eksperimen yang dilakukan oleh pemda baik di tingkat kabupaten maupun provinsi untuk mengatasi kebakaran lahan. Contohnya, di Kalimantan Tengah yang saat ini amat terpukul oleh kebakaran lahan. Provinsi ini coba untuk membawa semua produsen minyak sawit memberlakukan standar produksi yang berkelanjutan.


Dalam pendekatan itu, pembeli bisa yakin bahwa semua minyak sawit yang diproduksi dalam suatu wilayah yurisdiksi tertentu akan memenuhi kriteria produksi. Produsen akan terus berupaya mematuhi komitmen. Satu saja produser gagal menegakkan standar akan beresiko untuk semua, karena semua pihak di dalam satu wilayah yurisdiksi dapat kehilangan sertifikasi mereka.

Akuntansi yang komprehensif. Keputusan penggunaan lahan di Indonesia secara tradisional berfokus pada perhitungan output bruto daripada perhitungan biaya untuk mencapai output yang dihasilkan. Akibatnya perhitungan komoditas tradisional seperti sawit, kayu, pulp lebih ke nilai ekonomi manfaat langsung. Sedangkan, biaya eksternalitas seperti air dan udara polusi, penurunan dan banjir, hilangnya keamanan pangan, peningkatan suhu lingkungan, dan resiko kebakaran tinggi telah diabaikan. Krisis kabut asap saat ini menunjukkan biaya eksternal dari bisnis yang sangat tinggi.

Pemerintah Indonesia dapat membantu dengan mulai menyetel kembali insentif untuk mendorong pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan, termasuk mendorong usaha kolaborasi antara masyarakat dan perusahaan yang menargetkan pengelolaan lahan kawasan non hutan di luar area gambut.

Kementerian harus menawarkan keringanan pajak untuk manajemen yang lebih baik, yang menyelaraskan tujuan intensifikasi produksi yang lebih tinggi, alih-alih sebatas hanya perluasan perkebunan. Di mana ada upaya masyarakat untuk melindungi hutan, pemerintah pun harus mengakui hak-hak mereka, bukannya malah mempermasalahkan aspek legalitasnya..

Kebijakan fiskal harus dibuat menguntungkan bagi pemerintah daerah yang melakukan program pembangunan berkelanjutan rendah karbon, sehingga lambat laun akan menghilangkan insentif untuk konversi hutan alam dan lahan gambut.


Langkah-langkah ini dapat bergerak untuk menuju Indonesia dalam mengatasi krisis lingkungan saat ini. Jokowi dapat memainkan peran tersebut. Jika publik di Indonesia, masyarakat internasional dan investor percaya bahwa Jokowi akan melaksanakan hal ini untuk membela kepentingan publik jangka panjang, mereka pasti akan bereaksi positif. Inilah saat tepat momentun bagi Jokowi.




Sumber :




TUGAS 6 - PERILAKU KONSUMEN

SIKAP PERILAKU DAN MOTIVASI YANG MENENTUKAN KONSUMEN DALAM MEMUTUSKAN SUATU PEMBELIAN




A. Pengertian Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangkan kualitas, harga dan produk sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat.

Sebelum konsumen memutuskan untuk membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu:
1.             Pengenalan masalah
2.             Pencarian informasi
3.             Evaluasi alternatif
4.             Keputusan membeli atau tidak
5.             Perilaku pascapembelian.



Pengertian lain tentang Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2000: 437) adalah “the selection of an option from two or alternative choice”. Dapat diartikan, keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.


Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk. Oleh karena itu, pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.


B. Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian 
         
Menurut Swastha dan Handoko (2011) berpendapat bahwa lima peran individu dalam sebuah keputusan membeli, yaitu:

·     Pengambilan inisiatif (initiator) yaitu individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.  
·     Orang yang mempengaruhi (influencer) yaitu individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.  
·     Pembuat keputusan (decider) yaitu individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.  
·      Pembeli (buyer) yaitu individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya. 
·      Pemakai (user) yaitu individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.

Sebuah perusahaan perlu mengenai peranan tersebut karena semua peranan mengandung implikasi guna merancang produk, menentukan pesan dan mengalokasikan biaya anggaran promosi serta membuat program pemasaran yang sesuai dengan pembeli.


C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

Menurut phillip Kotler (2003:202) perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor budaya
Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Contonhya pada anak-anak yang dibesarkan di Amerika Serikat sangat terpengaruh dengan nilai-nilai sebagai berikut: prestasi, aktivitas, efisiensi, kemajuan, kenikmatan materi, individualisme, kebebasan, humanisme, dan berjiwa muda.

Masing-masing subbudaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.

Pada dasaranya dalam sebuah tatanan kehidupan dalam bermasyarakat terdapat sebuah tingkatan (strata) sosial. Tingkatan sosial tersebut dapat berbentuk sebuah sistem kasta yang mencerminkan sebuah kelas sosial yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan para anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, perilaku dalam berbusana, cara bicara, rekreasi dan lain-lainya.


2. Faktor Sosial

Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya sebagai berikut:

a. Kelompok acuan

Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap seseorang. Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok  primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal. Tidak hanya kelompok primer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri dari kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi perdagangan juga dapat disebut sebagai kelompok keanggotaan.

b. Keluarga

Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah keluarg orientas. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agam, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.

c. Peran dan status

Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya. Contoh seorang direktur di sebuah perusahaan tentunya memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang supervisor, begitu pula dalam perilaku pembeliannya. Tentunya, seorang direktur perusahaan akan melakukan pembelian terhadap merek-merek yang berharga lebih mahal dibandingkan dengan merek lainnya.


3. Pribadi
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.

a. Usia dan siklus hidup keluarga

Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya yang dimana setiap kegiatan konsumsi ini dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga

b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi

Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Cotohnya, direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat udara, keanggotaan di klub khusus, dan membeli mobil mewah. Selain itu, biasanya pemilihan produk juga dilakukan berdasarkan oleh keadaan ekonomi seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap terhadap belanja atau menabung.

c. Gaya hidup

Gaya hidup dapat di artikan sebagai sebuah pola hidup seseorang yang  terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk melalui sebuah kelas sosial, dan pekerjaan. Tetapi, kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarahkan merek mereka kepada gaya hidup seseorang. Contohnya, perusahaan telepon seluler berbagai merek berlomba-lomba menjadikan produknya sesuai dengan berbagai gaya hidup remaja yang modern dan dinamis seperti munculnya telepon selular dengan fitur multimedia yang ditujukan untuk kalangan muda yang kegiatan tidak dapat lepas dari berbagai hal multimedia seperti aplikasi pemutar suara, video, kamera dan sebagainya. Atau kalangan bisnis yang menginginkan telepon selular yang dapat menujang berbagai kegiatan bisnis mereka.



d. Kepribadian

Setiap orang memiliki berbagai macam karateristik kepribadian yang bebeda-beda yang dapat mempengaruhi aktivitas kegiatan pembeliannya. Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda yang menghasilkan sebuah tanggapan relatif konsiten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemapuan beradaptsi (Harold H kasarjian 1981:160). Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam  menganalisis pilihan merek konsumen. Hal ini disebakan karena beberapa kalangan konsumen akan memilih merek yang cocok dengan kepribadiannya.



4. Psikologis

Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya sebagai berikut:

a. Motivasi

Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu. Beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis; yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi tertentu.

Banyak riset yang telah dilakukan peneliti dalam menghubungkan motivasi seseorang dalam kegiatan pembelian produk tertentu seperti yang dipelopori oleh Ernest Dichter (Kotler 2003:215), yang dimana risetnya telah menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

- Konsumen menolak buah prem karena buah prem terlihat keriput dan mengingatkan mereka pada orang berusia lanjut.
- Pria menghisap cerutu sebagai versi dewasa dari kebiasaan menghisap ibu jari di masa anak-anak.
- Wanita lebih menyukai lemak nabati daripada hewani karena dapat menimbulkan rasa bersalah karena telah membunuh binatang.
- Wanita yang tidak yakin dengan adonan kue jika adonan tersebut tidak memerlukan tambahan telur, karena adonan tersebut membantu mereka merasa bahwa sedang “melahirkan”.

Selain riset dari Ernest diatas, Jeans Callibout menidentifikasikan motivasi-motivasi yang berbeda-beda yang dapat dipuaskan oleh suatu produk. Contohnya, wiski dapat memenuhi kegiatan relaksasi sosial, status, atau kesenangan sehingga merek wiski perlu diposisikan pada salah satu daya tarik tersebut.

Frederick Herzerberg mengembangkan teori dua-faktor yang membedakan dissastifier (faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfier (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan) yang dapat memotivasi kegiatan pembelian konsumen. Ia mencontohkan dalam kegiatan pembelian komputer yang dimana tidak adanya garansi dapat menjadi faktor dissaatisfier tetapi adanya garansi juga tidak menjadi pemuas atau motivator pembelian, karena garansi bukan merupakan sumber kepuasan instrinsik komputer. Melainkan kemudahan  penggunaanlah yang dapat menjadi satisfier yang dapat memotivasi kegiatan pembelian.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang  yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran (Bernard Barelson, dalam Kotler 2003:217). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbeda-beda karena adanya tiga proses persepsi yaitu:

Perhatian selektif

Perhatian selektif dapat diartikan sebagai proses penyaringan atas berbagai informasi yang didapat oleh konsumen. Dalam hal ini para pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian konsumen dan memberikan sebuah rangsangan nama yang akan diperhatikan orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhnnya saat ini, memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih memerhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadapa ukuran rangsangan normal seperti, orang cenderung akan memperhatikan iklan yang menawarkan potongan dan bonus sebesar rp.100.000 ketimbang iklan komputer yang hanya memberikan bonus atau potongan yang bernilai rp.50.000

Distorsi Selektif

Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan mendukung pra konsepsi konsumen.

Ingatan Selektif

Orang akan banya melupakan banyak hal yang merek pelajari namun cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung akan mengingat hal-hal baik yang yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disbutkan tentang produk yang bersaing.

c. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Banyak ahli pemasaran yang yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan kepada para pemasar bahwa mereka dapat membangung permintaan atas suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan generalisasi terhadap suatu merek. Cotohnya, konsumen yang pernah membeli komputer merek IBM yang mendapatkan pengalaman menyenangkan dan persepsi yang positif akan mengasumsikan bahwa merek IBM merupakan merek komputer yang terbaik, ketika konsumen akan membeli printer merek IBM mungkin konsumen juga berasumsi hal yang sama bahwa IBM menghasilkan printer yang baik.

d. Keyakinan dan Sikap

Melalui betindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian konsumen . Keyakinan dapat diartikan sebgai gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Contohnya studi tentang keyakinan merek yang menemukan bahwa konsumen sama-sama menyukai Diet Coke dan Diet Pepsi ketika mencicipi keduanya dalam tanpa merek. Tetapi, ketika mencicipi Diet yang diberi tahu mereknya, konsumen memilih diet Coke 65% dan Diet Pepsi 23%. Dalam contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa keyakinan akan merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.


Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan tertentu.(David Kreh, dalam Kotler 2003:219).












Sumber :
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/10/pengertian-keputusan-pembelian-konsumen.html

https://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/10/31/fktr-pngarh-kep-pmblian/

TUGAS 5 - PERILAKU KONSUMEN

PENTINGNYA HUBUNGAN YANG BAIK ANTARA PRODUSEN DAN KONSUMEN UNTUK MENARIK MINAT ATAU DAYA BELI KONSUMEN 


Seorang konsumen melihat pasar dari dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang pertama adalah sudut pandang yang setuju dengan manfaat yang dijanjikan oleh pasar, sementara sudut pandang yang lain adalah sudut pandang yang menitik beratkan pada biaya atau pengorbanan yang harus diberikan pelanggan sebagai kompensasi untuk memperoleh manfaat tersebut.

Begitu pun sebuah perusahaan, manfaat atau kompensasi tersebut berbeda-beda baik secara ekonomi maupun secara emosi. Apapun sudut pandang pelanggan, hal ini harus mendapat perhatian. Hal inilah yang dimaksud dengan nilai konsumen, yaitu perbedaan antara manfaat yang diberikan pasar dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

Secara garis besar, permintaan akan barang timbul karena individu pada sektor rumah tangga dibagi atas 2, yaitu:
1.  Memerlukan barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
2. Memiliki daya beli (pendapatan berupa uang) yang diperoleh dari penjualan atas faktor-faktor produksi yang dimilikinya ke sektor rumah tangga perusahaan.

Interaksi yang terjadi di pasar mengakibatkan perputaran uang antar konsumen dan produsen berjalan dengan lancar. Rumah tangga konsumen memperoleh uang pada pasar faktor produksi, sementara rumah tangga produsen memperoleh uang melalui penjualan barang dan jasa. Kondisi ini disebut sebagai simbiosis mutualisme antara sektor rumah tangga perusahaan dan rumah tangga konsumen. Alfred Marshal menyebut bahwa permintaan akan faktor produksi merupakan turunan (derived demand) dari permintaan akan barang dan jasa yang timbul karena kebutuhan manusia.

Dalam membangun hubungan dengan pelanggan dibutuhkan peran serta seluruh pihak dalam perusahaan untuk menyediakan nilai konsumen sebelum dan sesudah terjadi proses jual beli. Bagian akuntansi tidak dapat bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa dan menyerahkan pada bagian penjualan apabila ada masalah dengan bon pelanggan, atau bahkan menganggap bahwa hal tersebut merupakan kesalahan pelanggan.

Hubungan jangka panjang dengan konsumen dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan, kecuali semua orang bekerja sama dengan benar untuk kepentingan konsumen.

Sebuah pertanyaan sederhana : "mengapa produsen perlu memperhatikan pola perilaku konsumen?" 
Hal ini karena, hubungan produsen/perusahaan dan konsumen saling ketergantungan, perusahaan memproduksi produk dan konsumen membelinya, perusahaan sebagai pihak produsen memantau produk apa yang diinginkan konsumen masa kini, inilah penyebab bahwa pentingnya peran produsen/perusahaan bagi konsumen.

Istilah pembeli adalah raja dibuat oleh produsen untuk memperkuat citra bahwa pelanggannya mendapatkan prioritas utama. Dengan demikian, konsumen akan kembali membeli karena merasa diistimewakan oleh produsen dan mendapat perhatian lebih.

Keuntungan hal ini bagi produsen adalah membuat konsumen nyaman demi daya jual yang akan tercapai dan setiap tujuan penjualan perusahaan akan terpenuhi. Karena, pelayanan adalah salah satu strategi marketing yang paling penting.

Keuntungan hal ini bagi konsumen adalah konsumen mandapat perasaan nyaman dalam membeli barang dan merasa diistimewakan oleh perusahaan tersebut.

Oleh karena hal ini, banyak perusahaan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Perusahaan yang mampu menarik hati para konsumen dengan pelayanan terbaiknya adala perusahaan uang dinilai berhasil strategi marketingnya. Sehingga istilah " konsumen adalah Raja " masih berlaku dalam pasar.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat.

Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :

1.            Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
2.            Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
3.          Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu senggangnya.
4.            Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pola belanja.
5.      Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.

Sedangkan menurut Kotler, Bowen, dan Makens (1999) terdapat dua faktor yang mempengaruhi minat beli seseorang dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu situasi tidak terduga (Unexpected situation) dan sikap terhadap orang lain (Respect to Others)


Untuk memahami proses motivasi yang mendasari dan mengarahkan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian perlu dipahami beberapa konsep antara lain:

a. Teori ekonomi mikro
Menurut teori ini keputusan membeli merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Teori ini didasarkan pada asumsi yaitu:
1.            Bahwa konsumen selalu mencoba untuk memaksimumkan kepuasaanya dalam batas-batas kemampuan finansialnya.
2.            Bahwa ia mempunyai pengetahuan tentang beberapa alternatif sumber untuk memuaskan kebutuhannya.
3.            Bahwa ia selalu bertindak rasional.

b. Teori Psikologis
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori psikologis yang secara garis besar dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu, teori belajar dan teori psikoanalitis.

Teori psikologis ini mendasarkan pada penerapan teori psikologis yang berpendapat bahwa pada umumnya manusia selalu didorong untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.


c. Teori Psikoanalitis
Teori Psikoanalitis didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh adanya keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi. Perilaku manusia ini adalah merupakan hasil kerja sama dari ketiga aspek dalam struktur kepribadian manusia yaitu, id (das es), ego (das ich) dan super ego (das veber ich).


d. Teori Antropologis
Menurut teori ini bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh kultur yang terdiri dari masyarakat sekitar, kelas sosial yang berlaku serta keluarga.


Minat Pembelian Ulang (Future Intention)

Pembelian ulang (repeat purchase) menurut Peter/Olsen (2002) adalah kegiatan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali. Kepuasan yang diperoleh seorang konsumen, dapat mendorong ia melakukan pembelian ulang (repeat purchase), menjadi loyal terhadap produk tersebut ataupun loyal terhadap toko tempat dia membeli barang tersebut sehingga konsumen dapat menceritakan hal-hal yang baik kepada orang lain.

Menurut Schiffman & Kanuk (2000) perilaku pembelian ulang itu sangat berhubungan dengan konsep dari brand loyalty, dimana kebanyakan perusahaan mendukung karena hal ini memilki kontribusi yang besar untuk kestabilan yang baik di dalam marketplace.

Zeithalm et al (1996) menekankan bahwa pentingnya mengukur minat beli kembali (future intention) pelanggan untuk mengetahui keinginan pelanggan yang tetap setia atau meninggalkan suatu barang/jasa. Konsumen yang merasa senang dan puas akan barang /jasa yang telah dibelinya, akan berpikir untuk membeli ulang kembali barang/jasa tersebut. Pembelian yang berulang akan membuat konsumen menjadi loyal terhadap suatu barang /jasa (Band, 1991).




Kesimpulan

Menjaga hubungan baik antara Produsen dan Konsumen adalah kunci dari awetnya suatu hubungan kerja sama. Juga bermanfaat untuk menjaga hubungan baik antara produsen dan konsumen, sehingga produsen tidak ditinggal oleh pelanggannya, sebagai produsen juga harus memberikan perilaku baik dan kualitas layanan yang prima sehingga dapat menarik daya beli konsumen untuk menjadi pelangan tetap produsen tersebut.















Sumber :
http://achielpanglimaperang.blogspot.co.id/2014/01/hubungan-produsen-dan-konsumen.html

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2011/10/membangun-minat-beli-definisi-faktor.html